![]() |
| Foto: Dok. Smaradana Pro/ 786 Production |
Jakarta - Sutradara Aditya Gumay bersama Ruben Onsu kembali menghadirkan karya layar lebar terbaru berjudul Nia. Film ini terinspirasi dari kisah tragis pemerkosaan dan pembunuhan Nia Kurnia Sari, seorang remaja penjual gorengan di Padang, Sumatra Barat, yang kasusnya mengguncang publik pada September 2024. Pelaku, yang dikenal dengan nama Indragon, telah dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Pariaman.
Dibintangi oleh Syakira Humaira, Helsi Herlinda, dan Zainal Chaniago, film Nia menghadirkan drama yang merangkum sisi perjuangan dan kemanusiaan sang korban. Aditya Gumay berkolaborasi dengan Ronny Mepet sebagai sutradara pendamping. Film ini dijadwalkan tayang secara resmi di bioskop mulai 4 Desember 2025, dan tengah menjadi perhatian publik karena kedekatannya dengan kisah nyata.
Ruben Onsu kali ini tidak tampil sebagai aktor, melainkan memperkuat jajaran produser. Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan jadwalnya yang padat serta komitmen untuk terlibat dalam proses kreatif di balik layar. Ruben menilai posisi produser memberikan tantangan baru yang tak kalah berat dari akting.
![]() |
| Foto: Dok. Smaradana Pro/ 786 Production |
Aditya Gumay menjelaskan bahwa keputusannya menggarap Nia bukan semata karena kisahnya viral, tetapi setelah melakukan riset mendalam mengenai kehidupan almarhumah. Ia menemukan sosok Nia sebagai remaja berprestasi yang tumbuh dari keluarga broken home tetapi tetap berjuang keras. Nia dikenal berakhlak baik, unggul dalam akademik, juara pencak silat, mahir mengaji, dan tidak malu membantu ekonomi keluarga dengan berjualan.
Menurut Aditya, Nia bukan hanya tulang punggung keluarga, tetapi juga contoh nyata ketangguhan seorang remaja. Ia menyebutkan bahwa sekitar 85 persen alur cerita dalam film mengangkat kisah asli kehidupan Nia. Dengan demikian, karakter Nia dalam film diharapkan dapat menginspirasi banyak orang atas semangat dan perjuangannya yang tidak pernah padam hingga akhir hayat.
Selain mengangkat kisah hidup Nia, film ini juga membawa pesan edukatif mengenai bahaya narkoba. Aditya mengungkapkan bahwa sebagian hasil penjualan tiket akan digunakan untuk membangun rumah tahfiz Al-Qur’an dan pesantren. Namun, tidak semua unsur kasus diangkat dalam film, termasuk detail kronologi kejahatan terkait sabu-sabu yang terungkap dalam persidangan. Bagian tersebut sengaja tidak dimasukkan demi menjaga sensitivitas dan menghormati keluarga korban.
![]() |
| Foto: Dok. Smaradana Pro/ 786 Production |
Salah satu tantangan terbesar produksi Nia adalah menggambarkan peristiwa tragis yang menimpa korban tanpa menampilkan adegan vulgar. Aditya menyebutkan bahwa ia dan tim berusaha mencari pendekatan sinematis yang menghormati almarhumah serta keluarganya. Keputusan ini menjadi pertimbangan penting agar film tetap menyentuh namun tidak mengeksploitasi tragedi.
Ronny Mepet menambahkan bahwa proses syuting berlangsung sekitar 19 hingga 20 hari dan dilanjutkan dengan pengambilan gambar tambahan di New York, Amerika Serikat. Meski dalam kenyataan pacar Nia berada di Thailand, lokasi New York dipilih untuk menghadirkan estetika visual yang lebih kuat. Sementara itu, Ruben Onsu mengaku bahwa bekerja sebagai produser membutuhkan tenaga lebih karena harus mengawal produksi dari awal hingga akhir. Ia menegaskan pentingnya disiplin waktu agar proses syuting berjalan lancar tanpa kendala. (GS)



Komentar0